Tuesday, December 23, 2008

PERKEMBANGAN EROPA & PENJAJAHAN DI INDONESIA

GERAKAN MERKANTILISME
Pada abad ke-16 dan ke-17 banyak negara Eropa yang telah berhasil menemukan bentuk dan identitasnya serta telah menjadi negara nasional. Kuat atau tidaknya posisi mereka di dalam negeri banyak ditemukan oleh masalah-masalah luar negeri.
Sementara itu, semua pemecahan permasalahan di dalam negeri memerlukan biaya yang cukup besar.
Pada abad-abad ini kegiatan perdagangan yang semula berada di Laut Tengah berpindah ke lautan yang lebih luas yaitu Samudera Atlantik. Dalam kegiatan perdagangan ini bangsa Spanyol, Belanda, Inggris, dan Perancis berhasil mendapatkan keuntungan dari pusat-pusat perdagangan yang sangat strategis dari daerah kekuasaannya. Raja-raja penganut merkantilisme itu di antaranya: Karel V dari Spanyol, Elizabeth dari Inggris, Prins Maurits yang pada waktu itu menjadi wali negara di negara Belanda, Louis XIV dari Perancis. Kekayaan akan logam mulia mengalir ke Eropa terutama melalui negara Spanyol, Portugis, Belanda, dan Inggris.
Merkantilisme merupakan cara untuk mengatur kegiatan ekonomi dalam pertumbuhan kapitalisme pada awal zaman modern di Eropa.

Poros  Berlin-Roma-Tokyo
Poros Berlin – Roma – Tokyo ditandai dengan semangat Chauvinisme, yaitu ajaran yang dikatakan oleh Bierte Chauvin dari Perancis. Ajaran ini mengatakan bahwa bangsa yang ditakdirkan lebih unggul dari bangsa-bangsa lain berhak untuk menguasai bangsa-bangsa lain. 
Sekalipun Jerman sering dijuluki "negara imperialis yang kesiangan", namun ia dapat menguasai beberapa daerah jajahan antara lain ….
(1)        Togo
(2)        Kamerun
(3)        Nabibia Afrika Barat Daya
REFORMASI  GEREJA
a. Ajaran Martin Luther
Pada tahun 1517 Martin Luther membuat 95 dalil yang menentang ajaran Kristen Katolik. Ia mengajarkan bahwa Gereja itu merupakan kumpulan orang-orang yang percaya (pemeluk agama Nasrani) dan Yesus Kristus sebagai kepalanya. Maka dari itu, kepala Gereja seperti Paus tidak diperlukan lagi.
Karena ajaran Martin Luther bertentangan dengan ajaran Katolik, maka atas desakan Paus, Kaisar Charles V mengundang Martin Luther datang di Reigchstag di Worms (1520), untuk melepaskan ajaran-ajaran yang dianggap keliru oleh Gereja Katolik. Ia menerangkan bahwa jika ajarannya itu bertentangan dengan Injil, ia sanggup untuk melepaskannya. Tetapi karena tidak ada yang dapat membantahnya, maka Martin Luther menyatakan melepaskan hubungannya dengan kekuasaan Gereja. Martin Luther sebenarnya telah melepas hubungannya dengan kekuasaan Gereja sebelum terjadinya peristiwa Worms, yaitu ketika Martin Luther membakar surat kutukan Paus.
Walaupun ajaran Martin Luther dianggap keliru oleh Reigchstag, akan tetapi dengan hati yang tabah ia tetap memegang dalil-dalilnya. Sejak itu ia dianggap musuh negara (siapapun juga boleh membunuhnya). Ketika Martin Luther kembali, ia dibawa oleh Friedrich (raja Sachsen) dan diberi perlindungan di kota Wartburg. Ditempat ini Martin Luther menterjemahkan kitab injil dari bahasa Latin kedalam bahasa Jerman. Hal ini menimbulkan dua akibat yang penting, yaitu: pertama, sejak itu bahasa dan kesusasteraan Jerman tedorong untuk berkembang. Kedua,Injil dapat dibaca dan diselidiki oleh tiap-tiap orang,sehingga mereka dapat mempunyai pandangan tersendiri terhadap ajaran Kristen. Untuk selanjutnya Martin Luther membentuk agama Protestan.
Sifat umum agama Protestan adalah memperbolehkan siapapun mempelajari dan menyelidiki Injil, serta menempatkan manusia langsung dihadapan Tuhan. Pemeluk agama Protestan ini juga sangat mementingkan perseorangan dan kemerdekaan dalam hidup dan berpikir. Kemerdekaan berpikir biasanya akan menimbulkan pemberontakan terhadap penguasa dan apabila tidak mampu memberontak maka mereka pindah ke tempat lain agar dapat hidup dan berpikir secara leluasa dan merdeka, seperti perpindahan bangsa Inggris ke Amerika Utara.
Dengan demikian, pembaharuan agama Kristen dipelopori oleh Martin Luther ini sering disebut dengan istilah Reformasi Gereja.
b. Ajaran Calvin
 John Calvin adalah seorang ahli hukum yang lahir di Noyon, Perancis pada tahun 1509. Calvin mengajarkan bahwa gereja dipisahkan dari kekuasaan pemerintahan duniawi.
c. Agama Anglican di Inggris
Pada mulanya raja-raja Inggris memeluk agama Katolik. Ketika Raja Henry VIII Tudor berselisih dengan Paus, karena Paus tidak mau memberi izin Raja Henry VIII untuk bercerai dengan permaisurinya, maka Raja Henry VIII melepaskan hubungan gereja Inggris dengan Roma. Sejak itu antara Gereja Inggris dengan Roma sudah tidak punya hubungan lagi. Oleh karenanya, yang menjadi kepala agama bukan lagi Paus, melainkan raja Inggris dan agamanya disebut Anglican.
Para reformator lainnya sebagai pendahulu dari Martin Luthe dan Jean Calvin diantaranya Jan Hus dari Bohmia, John Wycliffe dari Inggris (abad ke-14), Peter Waldo dari Perancis (abad ke-12). Ketiga tokoh reformator ini dianggap pelopor Protestan pertama
d. Gerakan Kontra reformasi (counter Reformation)
Salah satu implikasi dari gerakan kontra Reformasi tertuang dalam bentuk seni barok. Kata barok berasal dari bahasa Italia yaitu barocco, artinya mutiara yang tidak rata bentuknya. Seni barok ini muncul pertama kalinya pada zaman Renaissance. Seni barok ini berkembang pesat di Italia, Spanyol, Jerman, dan Polandia. Muncul pula pelukis-pelukis terkenal pada masa ini seperti Leonardo da Vinci dan Michelangelo.
Untuk dapat mengatasi keadaan seperti itu diselenggarakan perjanjian perdamaian agama di Augsburg (1555). Pada tahun 1618 pecah perang agama yang berlangsung selama 30 tahun dan berakhir pada tahun 1648. Kemenangan berada dipihak Protestan dan selanjutnya diadakan lagi perjanjian perdamaian agama di Westphalen.

REVOLUSI INDUSTRI
eralatan yang digunakan memakai sistem bari berjalan atau running the belt dan dijalankan secara mekanis (mesin-mesin).Selain itu juga didukung oleh modal yang besar dan tenaga buruh yang murah serta daerah pemasaran yang luas.   
                                              
a. Kehidupan Sosial Ekonomi Eropa Pada Masa Pra Revolusi Industri
Karena perdagangan di Laut Tengah dikuasai oleh pedagang-pedagang Islam, maka kesempatan bagi para pedagang Non-Islam untuk melakukan aktivitasnya menjadi terhambat.
Namun akibat meletusnya Perang Salib (1096-1291) kontak antara Eropa dengan dunia Timur (Timur Tengah dan Asia lainnya) mulai hidup kembali. Keadaan ini bertambah ramai dengan munculnya kota-kota dagang, seperti Genoa, Florence, Venesia, dan lain-lain yang menjadi pusat-pusat perdagangan di daerah Eropa bagian selatan.
Sekitar tahun 1200, home industry semakin cepat berkembang dan bahkan mereka membentuk kelompok-kelompok dalam bentuk gilda (suatu persekutuan dari pengusaha sejenis yang mendapat monopoli dan perlindungan dari pemerintah tentang kebebasan di dalam berusaha).
Pada sekitar tahun 1350 di Eropa mulai berkembang perserikatan kota-kota dagang yang disebut dengan hansa.
Sejak abad ke-14, Inggris di bawah perlindungan Raja Edward III mulai membangun industri-industri laken (sejenis kain wol).
b. Revolusi Industri di Inggris
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Inggris sangat maju karena didukung oleh faktor keamanan dan politik Inggris. Faktor penentu lain adalah penemuan yang dilakukan oleh Abraham Darby (seorang insinyur berkebangsaan Inggris) yang berhasil menggunakan batu bara (coke) untuk melelehkan besi dan mendapatkan nilai besi yang lebih sempurna. Juga penemuan mesin uap oleh James Watt (insinyur berkebangsaan Skotlandia) pada tahun 1763.
c. Para Penemu dan Hasil Temuannya
Penemuan besar yang merupakan awal peradaban modern menonjol pada mesin tenun dan kain. Isaac Merrit Singer dari Amerika Serikat berhasil memperbaiki sebuah mesin jahit rusak dan membuat model yang lebih baik. Ia kemudian mendirikan sebuah industri yang bernama I.M Singer and Company. Dalam tahun 1860, perusahaan ini merupakan mesin jahit terbesar di dunia. Penemuan besar lainnya adalah penemuan mesin cetak. Blaise Pascal (seorang filsuf dan ahli matematika berkebangsaan Perancis) menemukan mesin hitung pada tahun 1642. James Watt adalah Bapak Revolusi Industri. Modernisasi kehidupan mendapat arah baru ketika pada tahun 1796 ia memperkenalkan mesin uapnya yang menggunakan kondensor. George Stephenson membuat lokomotif yang pertama kali dikendarai pada jalur yang menghubungkan Liverpool ke Manchester pada tahun 1830. Lokomotif ciptaannya diberi nama Rocket. Ia adalah pelopor dan organisator perusahaan kereta api penumpang.
Nicholas Joseph Cugnot (Perancis) dan Gottlieb Daimler (Jerman) berhasil memperkenalkan mobil yang digerakan dengan tenaga uap. Kemudian Henry Ford dari Amerika Serikat membangun pabrik mobil di Detroit pada tahun 1876. Perusahaan itu diberi nama Ford Motor Company.
Penemuan-penemuan di atas didukung pula oleh penemuan para pakar di bidang kimia. Di antaranya adalah Charles Goodyear dari Amerika Serikat yang menemukan cara memvulkanisir karet campuran dengan belerang, agar karet menjadi keras.
d. Akibat Revolusi Industri
Revolusi Industri membawa akibat yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan manusia, seperti:
  • Munculnya industri secara besar-besaran.
  • Timbulnya golongan borjuis dan golongan buruh. Pertentangan antara kedua golongan tersebut menimbulkan sosialisme dan kemudian komunisme.
  • Terjadinya urbanisasi, di mana penduduk daerah pertanian berduyun-duyun pindah ke kota-kota industri untuk bekerja sebagai buruh perusahaan sehingga lahan pertanian menjadi kosong, sedangkan daerah industri sangat padat pendudukannya.
  • Timbulnya kapitalisme modern. Kapitalisme adalah susunan ekonomi yang berpusat pada keberuntungan perseorangan, di mana uang memegang peranan yang sangat penting.
Kapitalisme Modern (Modern Capitalism)
Di dalam kapitalisme modern ini, si kapitalis merupakan produsen (pembuat barang-barang), pedagang dan pembagi barang-barang (distributor). Sebagai produsen ia membutuhkan bahan mentah untuk kebutuhan industri, serta sebagai pedagang atau pembagi barang-barang hasil produksi industri ia membutuhkan pasar. Untuk menjamin kebutuhan-kebutuhan itu ia mempengaruhi politik negaranya supaya mendapat tanah-tanah jajahan yang dapat digunakan sebagai sumber pengambilan bahan mentah dan pasar barang industri. Oleh karena itu, akhirnya apa yang disebut dengan kapitalisme modern terjadi.
Imperialisme Kuno (Ancient Imperialism)
Dalam pelaksanaan imperialisme kuno, negara penjajah mencari tanah jajahan karena terdorong oleh gold (kekayaan berupa logam mulia, emas dan perak), gospel (penyebaran agama yang dianutnya) dan glory (mendapatkan kejayaan negeri induknya). Mereka menduduki suatu wilayah sebagai daerah jajahan untuk menyebarkan agama, mencari kekayaan dan sekaligus menambah kejayaan negeri induk. Sehingga gold, gospel dan glory merupakan inti dari imperialisme kuno.
Imperialisme Modern (Modern Imperialism)
Negara penjajah mencari tanah jajahan karena terdorong oleh kepentingan ekonomi dan juga untuk memenuhi kebutuhan industri yaitu sebagai tempat pengambilan bahan mentah dan pasaran bagi barng-barang hasil industrinya, sehingga ekonomi merupakan inti dari imperialisme modern.
e. Revolusi Sosial di Inggris
Kenyataan tentang kaum buruh dan rakyat gembel yang tercantum dalam laporan terbukti melebihi apa yang digambarkan oleh penulis itu, sehingga pemerintah terpaksa bertindak tegas walaupun ditentang oleh kaum majikan atas dasar laissez faire.
Keadaan rakyat gembel di Inggris sangat menyedihkan. Mereka berjejal-jejal di tempat-tempat yang kotor atau berkeliaran mengganggu keamanan. Kejahatan semakin merajalela dan memuncak menjadi Carnaval of Crime (pembantaian dan pembunuhan yang dilakukan oleh kalangan buruh atau pengangguran, sebagai akibat kesulitan mendapat biaya hidup).
Kekalahan Napoleon tahun 1815, berarti pula dihapusnya Continental Stelsel. Dengan  adanya Combination Laws tahun 1824, maka hampir di seluruh kota-kota industri di Inggris timbul serikat sekerja (Trade Union) yang bertindak sangat agresif, namun kurang paham terhadap pentingnya berorganisasi, sehingga akhirnya merugikan diri sendiri. Gerakan Chartisme (1848) juga mengalami kegagalan, karena lebih mementingkan agitasi daripada organisasi. Akhirnya Trade Unionism maju dengan pesat dan berkembang menjadi suatu kekuasaan yang dapat mengimbangi kekuasaan kapitalis.
f. Industrialisasi dan Imperialisme
Dalam memenuhi kebutuhan industrinya, setiap negara imperialisme selalu ingin mendapatkan daerah-daerah jajahan yang diinginkan untuk:
a.  tempat pemasaran hasil industrinya
b.  tempat pengambilan bahan mentah atau bahan baku
c.  tempat penanaman modal lebih.
Perkembangan politik imperialisme Inggris mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan Ratu Victoria (1837-1901) yang didampingi oleh menteri-menteri utama seperti William Ewart Gladstone, Palmerstone, Benjamin Disraeli, Joseph Chamberlaine, Cecil John Rhodes. Atas jasa dari Disraeli, Inggris pada tahun 1875 berhasil menguasai Terusan Suez dan tahun 1876 Ratu Victoria dinobatkan menjadi Maharani India (The Empires of India).
Perjanjian Konstantinopel tahun 1887 diantaranya :
  1. Terusan Suez harus tetap terbuka untuk semua jenis kapal dagang negara manapun baik dalam keadaan perang maupun damai
  2. Dilarang mengadakan blokade atau serangan kepada Terusan Suez
REVOLUSI  PERANCIS
a. Keadaan Eropa sebelum Revolusi Perancis
Salah satu ajaran yang berpengaruh di Eropa sebelum Revolusi Perancis adalah ajaran Niccolo Machiavelli. Ajarannya mendukung kekuasaan raja secara mutlak. Ia menulis dalam bukunya yang berjudul II Principe (atau The Prince artinya Sang Raja). Dalam bukunya digambarkan tentang kekuasaan seorang raja yang absolut dengan kekuasaan tak terbatas terhadap suatu negara, termasuk harta dan rakyat yang berada di dalam wilayah kekuasaannya. Ajaran Machiavelli berkembang di Eropa sekitar abad ke-17 dan dianut oleh raja-raja dari Eropa seperti Raja Frederick II, Tsar Peter Agung, Kaisar Joseph II, Raja Charles I dan juga raja-raja Louis dari Perancis.
Raja Frederick II (1740-1786) dari Prusia
Di dalam usaha untuk membina kekuasaan yang tak terbatas, Raja Frederick II memajukan dan memperkuat sebuah Kerajaan Prusia agar menjadi sebuah kerajaan terkuat di Jerman. Politik Bismarck adalah Darah dan Besi (Druch Blut und Eisen), yaitu berusaha untuk memajukan negaranya dengan cara membangun industri secara besar-besaran dan juga diimbangi dengan pembangunan angkatan perang yang kuat.
Tsar Peter Yang Agung (1689-1727) dari Rusia
Dengan kekuasaan penuh di tangannya, Tsar Peter Yang Agung berusaha untuk memajukan Kerajaan Rusia melalui beberapa cara, di antaranya mendatangkan teknisi-teknisi dari beberapa negara untuk membangun industri-industri di Rusia seperti: industri kapal, senjata, dan membangun armada-armada dalam usaha untuk memperkuat negaranya. Politik Tsar Peter Yang Agung yang terkenal adalah Politik Air Hangat. Politik Air Hangat adalah politik untuk mencari pelabuhan-pelabuhan yang tidak membeku pada musim dingin. Dengan politik air hangat ini Tsar Peter membangun kota baru di laut Baltik yang diberi nama ST. Petersburg. Kemudian kota ini dijadika sebagai ibu kota kerajaan Rusia, dan setelah revolusi Rusia tahun 1917 kota ini diubah namanya menjadi Leningrad.
Raja Charles I (1625 – 1649) dari Inggris
Raja Charles I ingin membentuk kekuasan absolut di negerinya, tetapi usaha raja ini mendapat tantangan hebat dari parlemen di bawah pimpinan Oliver Cromwell. Akhirnya inggris diubah menjadi Republik dengan Cromwell sebagai kepala negaranya dan bergelar Lord Protector. Tindakan-tindakan yang diambil oleh Cromwell adalah sebagai berikut :
a.  Raja Charles I dihukum mati.
b.  Inggris diubah menjadi Republik (1649-1660)
c.  Mengangkat dirinya sebagai kepala negara.
Dalam perkembangan selanjutnya kekuasaan parlemen semakin bertambah kuat dan pada tahun 1689 parlemen berhasil memaksa Ratu Merry untuk menandatangani piagam Bill of Right (Piagam Hak Azasi). Peristiwa Bill of Right ini merupakan suatu perubahan yang sangat besar dan mendasar tanpa pertumpahan darah dengan  hasil yang gemilang, sehingga sering disebut dengan Glorious Revolution (revolusi yang maha agung).
b. Absolutisme di Perancis
Di dalam bidang ekonomi, Menteri Jean Baptiste Colbert (1622-1683) sangat besar jasanya dalam melaksanakan politik ekonomi Merkantilisme. Sehingga pada masanya sering disebut dengan masa Colbertisme. Semua kewajiban perdagangan dan perekonomian diatur oleh pemerintah dengan tujuan untuk mendapat keuntungan dalam jumlah yang sangat besar. Pada masa kekuasaan Raja Louis XIV (1643-1715) kekuasaan absolutisme Perancis mencapai puncak kejayaannya. Terbukti dengan beberapa langkah yang ditempuh oleh Raja Louis XIV dalam masa pemerintahannya, diantaranya :
  1. Mematahkan benteng-benteng kaum Calvinist yang merupakan negara-negara kecil di dalam lingkungan kerajaan Perancis.
  2. Menghapuskan kekuasaan kaum bangsawan feodal dan raja-raja vasal, sehingga mereka tinggal menjadi tuan-tuan tanah.
  3. Fungsi dan peranan lembaga perwakilan rakyat dihapuskan pada pemerintaha Raja Louis XIV.
Ciri-ciri pemerintahan Raja Louis XIV adalah sebagai berikut :
1. Memerintah tanpa undang-undang
2. Memerintah tanpa dewan legislatif
3. Memerintah tanpa kepastian hukum
4. Memerintah tanpa anggaran belanja yang pasti
5. Memerintah tanpa dibatasai oleh kekuasaan apapun.
Raja Louis XIV terkenal dengan ucapannya "L'etat c'est moi" (negara adalah saya) yang merupakan suatu semboyan abadi yang melukiskan bagaimana seorang raja absolut paling berhasil dikawasan eropa pada masa itu.
Masyarakat kota merupakan penentang utama terhadap sikap dan pemerintahan Raja Louis XIV.
Golongan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Menjunjung tinggi azas persamaan
2. Menjunjung tinggi kebebasan
3. Penggunaan akal fikiran yang sehat dan serba perhitungan
4. Kehidupan warga masyarakat kota yang bersifat liberalisme.
Akhirnya, Amerika Serikat berhasil memperoleh kemerdekaannya tanggal 4 juli 1776, dimana dalam perang itu Perancis memberikan bantuan kepada Amerika. Bantuan itu berupa pasukan sukarelawan dibawah pimpinan Jendral Marquis de Lavayette, sehingga sekembalinya di Perancis Ia menyebarkan semangat dan cita-cita kemerdekaan, kebebasan dan persamaan.
Tokoh-tokoh pembaharuan  yang menentang kekuasaan absolutisme raja-raja Louis diantaranya :
  1. John Locke (1632-1704) seorang filsuf  Inggris yang menganjurkan adanya undang-undang (konstitusi) dalam suatu kerajaan dan  berpendapat bahwa manusia memiliki hak-hak sejak lahir seperti hak kemerdekaan, hak memilih, hak untuk memiliki dan sebagainya.
  2. Montesquieu (1689-1755) Seorang filsuf berkebangsaan Perancis dalam bukunya L'Esprit des Lois (1748) (The Spirit of The Law) menyatakan bahwa suatu negara yang ideal adalah yang kekuasaannya dibagi atas tiga kekuasaan yaitu:
  • Legislatif (pembuat Undang-Undang)
  • Eksekutif (pelaksana Undang-Undang)
  • Yudikatif (mengadili setiap pelanggar undang-undang)
Ketiga hal diatas sering disebut dengan Trias Politica
3. Jean  jacques  Rousseau (1712-1778)
Seorang filsuf Perancis dalam bukunya yang berjudul Du Contract Social (Perjanjian Masyarakat), mengatakan bahwa manusia sejak lahir adalah sama dan merdeka. Oleh karena itu ian menganjurkan sistem pemerintahan demokrasi atau kedaulatan rakyat dengan semboyan " dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat"
c. Sebab-sebab Revolusi Perancis dan Perkembangannya
Sebab khusus terjadinya revolusi Perancis adalah karena masalah penghamburan uang negara yang dilakukan oleh permaisuri raja Louis XVI yakni Marie Antoinette beserta putri-putri istana lainnya. Klimak dari situasi tersebut adalah serangan terhadap penjara Bastille tanggal 14 juli 1789. Penjara ini merupakan lambang kekuasaan dan kesewenangan raja-raja Louis.
Semboyan revolusi perancis adalah Liberte (liberty = kebebasan), Egalite (Equality = persamaan), Fraternite (Fraternity = persaudaraan). Lagu kebangsaan perancis adalah La marseillaise dan tanggal 14 juli diperingati sebagai hari nasional Perancis.
Kerajaan Perancis diubah menjadi sebuah republik dan diperintah oleh pemerintahan Terror atau Reign of Terror (suatu sistem pemerintahan dengan cara-cara diktator).
Pada tahun 1795. Untuk menggantikan sistem pemerintahan Terror itu dibentuk sistem pemerintahan Directorie (1795-1799), tetapi tidak berhasil mengatasi kekacauan-kekacauan yang terjadi di Perancis.
Keadaan seperti ini memberikan kepada seorang Jenderal muda yang bernama Napoleon Bonaparte untuk menyelamatkan negara Perancis dari kekacauan pergolakan dan peperangan. Keberhasilan ini membawa namanya terkenal dan mendapat kepercayaan dari rakyat Perancis untuk menjadi pemimpin, sehingga rakyat Perancis mengangkatnya menjadi seorang konsul pada Republik Perancis pada tahun 1799.
d. Akibat  Revolusi Perancis
Bidang Ekonomi
  • timbulnya  industri-industri di Eropa
  • kehidupan perdagangan beralih dari pantai ke pedalaman
  • Inggris Kehilangan pasar di Eropa, karena Perancis menjalankan politik kontinental
LATAR BELAKANG MASUKNYA BANGSA EROPA KE INDONESIA
a. Penjelajahan Bangsa Portugis
Setelah perjanjian Thordesillas (1492) pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan Bartholomeus Diaz mencoba mencari jalan keluar untuk menemukan dunia Timur (pusat rempah-rempah). Namun pelayarannya Bartholomeus Diaz hanya sampai di ujung Afrika Selatan (1496). Hal ini disebabkan oleh besarnya gelombang ombak Samudera Hindia, sehingga kapal-kapal yang dibawa oleh Bartholomeus Diaz tidak berhasil melewatinya. Oleh Bartholomeus Diaz tanjung itu dinamakan Tanjung Pengharapan (Cape og Good Hope atau Tanjung Harapan sekarang).
Pada tahun 1498, raja Portugis mengirim ekspedisinya di bawah pimpinan Vasco da Gama. Ekspedisi ini berhasil mendarat di Kalkuta (India) pada tahun 1498. Kemudian pada tahun 1511 dari India bangsa Portugis mengirim ekspedisinya di bawah pimpinan Alfonso d'Alburquerque, mengikuti perjalanan para pedagang Islam. Pada tahun 1511 itu juga Portugis berhasil menduduki Malaka, pusat perdagangan Islam di Asia Tenggara. Kemudian Portugis tiba di Ternate (Maluku) tahun 1512.
Untuk menyelesaikan pertikaian kedua bangsa kulit putih itu, paus turun tangan dan pada tahun 1512 dilakukan Perjanjian Saragossa (Zaragoza). Isi perjanjian itu antara lain:
1. Bumi ini dibagi atas dua pengaruh, yaitu pengaruh bangsa Spanyol dan Portugis.
2. Wilayah kekuasaan Spanyol membentang dari Mexico ke arah Barat sampai ke kepulauan Filipina dan wilayah kekuasaan Portugis membentang dari Brazillia ke arah timur sampai ke kepulauan Maluku.
b. Kedatangan Bangsa Belanda di Indonesia
Bangsa Belanda memulai pelayarannya, pada tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, para pedagang bangsa Belanda tiba Banten (Indonesia). Dari bandar Banten pelaut Belanda melanjutkan pelayarannya ke arah timur dan mereka kembali dengan membawa rempah-rempah dalam jumlah yang cukup banyak.
Untuk mengatasi persaingan antara para pedagang Belanda itu sendiri, pemerintah membentuk badan usaha atau kongsi dagang yang diberi nama Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC) yaitu Persekutuan Dagang Hindia Timur. VOC berdiri tahun 1602 yang juga lebih sering disebut oleh bangsa Indonesia dengan sebutan Kompeni Belanda.
c. Kedatangan Bangsa Inggris di Indonesia
Sejak abad ke-17, para pedagang Inggris sudah berdagang sampai di daerah India. Di India timur, para pedagang Inggris mendirikan kongsi dagang yakni East India Company (EIC) pada tahun 1600, dengan daerah operasinya adalah India. Pusat kekuatan EIC adalah Kalkuta (India), dan dari kota inilah Inggris meluaskan wilayahnya ke Asia Tenggara.
Di bawah Gubernur Jenderal Lord Minto yang berkedudukan di Kalkuta dibentuk ekspedisi Inggris untuk merebut daerah-daerah kekuasaan Belanda yang ada di wilayah Indonesia. Pada tahun 1811, Thomas Stamford Raffes telah berhasil merebut seluruh wilayah kekuasaan Belanda di Indonesia.
Berdasarkan perjanjian London tahun 1815, Inggris diharuskan mengembalikan kekuasaannya di Indonesia kepada Belanda. Dan pada tahun 1816 Inggris melaksanakan kewajibannya itu.
PERKEMBANGAN KEKUASAAN BANGSA EROPA
a. Kekuasaan Bangsa Portugis di Indonesia
Untuk dapat menguasai dan memonopoli perdagangan di Asia Selatan bangsa Portugis melakukan langkah-langkah sebagai berikut.
1)  Memperluas kekuasaannya ke arah barat dengan menghancurkan armada laut Turki, sehingga bangsa Portugis dapat mengawasi perdagangan dan pelayaran di laut antara Asia dengan Eropa. Bahkan bangsa Portugis dapat memaksa para pedagang untuk berlayar dari bandar perdagangan Goa (India) menuju ke Afrika Selatan dan selanjutnya sampai di bandar Lisboa, yaitu pusat perdagangan di Eropa dan ibu kota Portugis.
2)  Memperluas kekuasaannya ke arah timur dengan menguasai Malaka, sehingga dapat menghentikan dan menguasai aktivitas perdagangan langsung yang dilakukan oleh pedagang-pedagang Cina, India maupun Indonesia.
Pada tahun 1511, Malaka berhasil direbut oleh bangsa Portugis di bawah pimpinan Alfonso d'Albuquerque. Sejak peristiwa itu, kekuasaan Kerajaan Malaka jatuh ke tangan bangsa Portugis. Tindakan-tindakan bangsa Portugis yang semakin sewenang-wenang dan bertindak kejam terhadap rakyat dapat menimbulkan terjadinya pertentangan antara rakyat Maluku dengan bangsa Portugis. Pertentangan ini semakin memuncak setelah bangsa Portugis membunuh Sultan Hairun dari kerajaan Ternate. Rakyat Ternate angkat senjata di bawah pimpinan putranya yang bernama Baab Ullah dan akhirnya tahun 1575 bangsa Portugis terusir dari daerah Maluku.
Zaman kekuasaan kolonial Portugis yang berlangsung dari tahun 1511 sampai tahun 1641 di wilayah Indonesia meninggalkan bekas-bekasnya di dalam kebudayaan Indonesia.
b. Kekuasaan VOC (Kompeni Belanda) di Indonesia
Pada tahun 1602 pedagang-pedagang Belanda mendirikan perkumpulan dagang yang disebut Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Pembentukan VOC dibantu oleh pemerintah Belanda di bawah Van Oldenbarneveldt. VOC diberi hak istimewa, sehingga menjadi sebuah badan yang berdaulat. Hak istimewa itu di antaranya:
1. hak monopoli untuk berdagang antara Amerika Selatan dengan Afrika,
2. hak memelihara angkatan perang, berperang, mendirikan benteng-benteng dan menjajah,
3. hak untuk mengangkat pegawai-pegawainya,
4. hak untuk memberi pengadilan,
5. hak untuk mencetak dan mengedarkan uang sendiri.
Sebaliknya VOC mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi terhadap Pemerintah Belanda, yaitu:
1.  bertanggung jawab kepada Staten General (Badan Perwakilan),
2.  pada waktu perang harus membantu pemerintah Belanda dengan uang dan angkatan perang.
Pada tahun 1618 Jan Pieterzoon Coen dengan izin dari Pangeran Jayakarta mendirikan sebuah benteng di kota Jayakarta. Ketika terjadi perselisihan antara Pangeran Jayakarta yang dibantu oleh Sultan Banten dengan orang-orang Belanda di bawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen, maka Belanda membakar kota Jayakarta. Namun pada tahun 1619, Jan Pieterzoon Coen mendirikan kota baru di atas kota yang dibakar tersebut dengan nama kota Batavia. Selanjutnya Jan Pieterzoon Coen menjadikan kota Batavia sebagai pusat perdagangan dan pusat kekuasaan Belanda di wilayah Indonesia. Dalam menghadapi kerajaan-kerajaan Indonesia, Belanda melancarkan politik adu domba (devide et impera).
c. Indonesia di bawah Pemerintahan Kerajaan Belanda
Pada akhir abad ke-18, VOC mengalami kemunduran akibat kerugian yang sangat besar dan utang yang dimilikinya berjumlah sangat besar. Hal ini juga diakibatkan oleh:
1.  persaingan dagang dari bnagsa Perancis dan Inggris,
2.  penduduk Indonesia, terutama Jawa telah menjadi miskin, sehingga tidak mampu membeli barang-barang yang dijual oleh VOC,
3.  perdagangan gelap merajalela dan menerobos monopoli perdagangan VOC,
4. pegawai-pegawai VOC banyak melakukan korupsi dan kecurangan-kecurangan akibat dari gaji yang diterimanya terlalu kecil,
5. VOC mengeluarkan anggaran belanja yang cukup besar untuk memelihara tentara dan pegawai-pegawai yang jumlahnya cukup besar untu memenuhi pegawai daerah-daerah yang baru dikuasai, terutama di Jawa dan Madura.
Maka pada tahun 1799, VOC akhirnya dibubarkan. Pada tahun 1807, Republik Bataafsche dihapuskan oleh Kaisar Napoleon Bonaparte dan diganti bentuknya menjadi Kerajaan Holland di bawah pemerintahan Raja Louis Napoleon Bonaparte (adik dari Kaisar Napoleon).
d. Pemerintahan Daendels di Indonesia (1808-1811)
Pada tahun 1808, Herman Willem Daendels diangkat menjadi gubernur jenderal atas wilayah Indonesia. Tugas utamanya adalah untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serangan pasukan Inggris. Dalam upaya tersebut, perhatian Daendels hanyalah terhadap pertahanan dan ketentaraan.
Untuk memperkuat angkatan perangnya, Daendels melatih orang-orang Indonesia, karena tidak mungkin ia menambah tentaranya dari orang-orang belanda yang didatangkan dari negeri belanda. Pembangunan angkatan perangnya ini dilengkapi dengan pendirian tangsi-tangsi atau benteng-benteng, pabrik mesiu dan juga rumah sakit tentara.
Di samping itu, atas dasar pertimbangan pertahanan, Daendels memerintahkan pembuatan jalan pos dari Anyer di Jawa Barat sampai Panarukan di Jawa Timur. Pembuatan jalan ini menggunakan tenaga rakyat dengan sistem kerja paksa atau kerja rodi, hingga selesainya pembuatan jalan itu. Untuk orang Belanda, pekerjaan menyelesaikan pembuatan jalan pos ini merupakan keberhasilan yang gemilang, tetapi lain halnya dengan bangsa Indonesia, di mana setiap jengkal jalan itu merupakan peringatan terhadap rintihan dan jeritan jiwa orang yang mati dalam pembuatan jalan tersebut.
Setelah pembuatan jalan selesai, Daendels memerintahkan pembuatan perahu-perahu kecil, karena perahu-perahu perang Belanda tidak mungkin dikirim dari negeri Belanda ke Indonesia. Selanjutnya pembuatan pelabuhan-pelabuhan tempat bersandarnya perahu-perahu perang itu, Daendels merencanakan di daerah Banten Selatan. Pembuatan pelabuhan itu telah memakan ribuan korban jiwa orang Indonesia di Banten akibat dari penyakit malaria yang menyerang para pekerja paksa. Akhirnya pembuatan pelabuhan itu tidak selesai. Walaupun Daendels bersikeras untuk tetap menyelesaikannya, tetapi Sultan Banten menentangnya. Daendels menganggap jiwa rakyat Banten tidak ada harganya, sehingga hal ini mengakibatkan pecahnya perang antara Daendels dengan Kerajaan Banten.
Di samping itu, pembuatan pelabuhan di Merak juga mengalami kegagalan dan hanya usaha untuk memperluas pelabuhan di Surabaya yang cukup memuaskan.
Pada tahun 1810 Kerajaan Belanda di bawah pemerintahan Raja Louis Napoleon Bonaparte dihapuskan oleh Kaisar Napoleon Bonaparte. Negeri Belanda dijadikan wilayah kekuasaan Perancis. Dengan demikian, wilayah jajahannya di Indonesia secara otomatis menjadi wilayah jajahan Perancis. Napoleon menganggap bahwa tindakan Daendels sangat otokratis (otoriter), maka pada tahun 1811 ia dipanggil kembali ke negeri Belanda dan digantikan oleh Gubernur Jenderal Jansens.
e. Kekuasaan Inggris di Indonesia
Pada tahun 1811, tentara Inggris mengadakan serangan terhadap wilayah-wilayah yang dikuasai Belanda. Sejak tahun 1811 itu juga wilayah Indonesia menjadi daerah jajahan East Indian Company (EIC), badan perdagangan Inggris yang berpusat di Kalkuta, yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Lord Minto. Untuk wilayah Indonesia Lord Minto mengangkat Thomas Stamford Raffles sebagai pemegang pemerintahan dengan pangkat Letnan Gubernur Jenderal.
Dengan bantuan orang-orang Indonesia yang pandai dan beberapa orang Belanda, Raffles berhasil mengetahui sejarah, kebudayaan, kesenian dan kesusasteraan Jawa. Buah karya Thomas Stamfor Raffles adalah sebuah buku yang berisikan sejarah Jawa yang berjudul History of Java.
Setelah Napoleon Bonaparte berhasil dikalahkan dalam pertempuran di Leipzig dan kemudian tertangkap, maka pada tahun 1814 melalui Konvensi London (Perjanjian London), Inggris mengembalikan semua daerah kekuasaan Belanda yang pernah dikuasai oleh Inggris.
f. Pemerintahan Kolonial Belanda
Setelah dilakukan perjanjian antara Inggris dengan Belanda pada Konvensi London (1814), daerah Indonesia dikembalikan kepada Belanda. Untuk mengurus pengembalian itu, dikirim komisi jenderal yang terdiri dari Van der Capellen, Elout, dan Buyskes (1816).
Tugas komisi jenderal itu sangat berat, yaitu memperbaiki sistem pemerintahan dan perekonomian. Perbaikan ekonomi ini bertujuan agar dapat mengembalikan utang-utang Belanda yang cukup besar akibat perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi Napoleon maupun perang-perang yang dilakukan dalam menghadapi kerajaan-kerajaan Indonesia.
Untuk menghadapi pertentangan yang kuat dari bangsa Indonesia, Belanda menindasnya dengan jalan perang kolonial dan politik devide et impera yaitu memecah belah bangsa Indonesia. Sehingga terjadinya permusuhan antara kerajaan-kerajaan yang ada di wilayah Indonesia.
g. Kekuasaan Bangsa  Jerman
Sekalipun Jerman sering dijuluki "negara imperialis yang kesiangan", namun ia dapat menguasai beberapa daerah jajahan antara lain:
(1)   Togo
(2)    Kamerun
(3)    Afrika Barat Daya
(4)    Nigeria
PERLAWANAN RAKYAT MENENTANG PENJAJAHAN
PERIODE SEBELUM TAHUN 1800
Bangkitnya rakyat Ternate di bawah pimpinan Sultan Baab Ullah menentang Portugis disebabkan karena tindakan bangsa Portugis yang sudah melampaui batas. Terlebih lagi setelah "kaki tangan" bangsa Portugis menikam Sultan Hairun, ketika memasuki benteng untuk merayakan perjanjian perdamaian yang disepakatinya. Dengan tewasnya Sultan Hairun maka sejak tahun 1570 rakyat Ternate menghalangi aktivitas bangsa Portugis yang dijalankan dalam benteng. Tahun 1575 Sultan Baab Ullah menawarkan agar Portugis menyerah dan dijamin keselamatannya untuk meninggalkan Ternate. Di Ambon bangsa Portugis mendirikan benteng namun pada tahun 1605 Ambon direbut VOC. Portugis tergusur dan menetap di pulau Timor bagian timur sampai tahun 1976.
Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511. Akibatnya, aktivitas perdagangan para pedagang Islam di Selat Malaka terhenti dan para pedagang Islam mencari jalan sendiri untuk menjalin hubungan dengan pedagang-pedagang Islam di sebelah barat Indonesia.
Serangan Kerajaan Demak ke Malaka dipimpin oleh Dipati Unus (putera Raden Patah) merupakan bukti kecemasan terhadap Portugis. Armada Demak bersama-sama dengan Armada Aceh, Palembang, dan Bintan berusaha merebut kota Malaka. Namun dua kali serangannya yaitu tahun 1512 dan 1513 mengalami kegagalan.
Ketika Malaka dikuasai Portugis, di Sumatera bagian utara berdiri Kerajaan Aceh dan mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Kerajaan Aceh mengirim pasukan untuk menyerang Portugis di Malaka, namun serangan itu mengalami kegagalan.
Sultan Agung, raja terbesar di Kerajaan Mataram, mempunyai cita-cita untuk menjadikan Pulau Jawa sebagai daerah kekuasaan yang berundang-undang di bawah panji Kerajaan Mataram. Untuk mencapai cita-citanya itu, Sultan Agung harus dapat mengusir VOC dari Batavia. Maka, pada tahun 1628, ia mengirim pasukannya untuk menyerang Batavia. Serangan pertama mengalami kegagalan, karena pasukan, logistik, dan persiapan Kerajaan Mataram belum begitu lengkap. Serangan kedua tahun 1629. Kerajaan Mataram telah mempersiapkan pasukan perangnya dan mendirikan lumbung-lumbung padi di sepanjang jalan yang dilalui oleh pasukan Kerajaan Mataram. Serangan kedua pun mengalami kegagalan karena lumbung-lumbung padi milik Kerajaan Mataram dibakar oleh "kaki tangan" Portugis. Dengan kegagalan yang kedua kalinya, Sultan Agung memerintahkan untuk memperketat penjagaan di wilayah perbatasan yang berhadapan dengan Batavia dan melarang seluruh aktivitas yang berhubungan dengan Batavia.
Untuk memperkuat kekuasaan dagangnya, Sultan Hasanuddin (Raja Makassar) menduduki Sumbawa, sehingga jalur pelayaran perdagangan dapat dikuasainya. Sultan Hasanuddin yang selalu membantu rakyat Maluku menyebabkan Belanda selalu kewalahan dalam menghadapi perlawanan tersebut. Peperangan antara Sultan Hasanuddin dengan Belanda selalu terjadi baik di darat maupun di laut. Angkatan perang Belanda di bawah pimpinan Cornelius Speelman selalu dapat dihalau.
Untuk menghadapi Sultan Hasanuddin, Belanda minta bantuan Raja Bone yaitu Aru Palaka. Dengan bantuannya, Makassar jatuh ke tangan Belanda dan Sultan Hasanuddin harus menandatangani Perjanjian Bungaya (1667) yang isinya:
1)  Sultan Hasanuddin memberi kebebasan kepada VOC melaksanakan perdagangan dengan sebesar-besarnya.
2)  VOC memegang monopoli perdagangan di wilayah Indonesia bagian timur dengan pusatnya Makassar.
3)  Wilayah Kerajaan Bone yang diserang dan diduduki zaman Sultan Hasanuddin dikembalikan kepada Aru Palaka dan diangkat menjadi Raja Bone.
PERIODE SETELAH TAHUN 1800
a. Perlawanan Rakyat Maluku
Sebagai seorang sultan di Kerajaan Tidore, Sultan Nuku berusaha untuk meringankan beban rakyat dari penindasan pihak Kolonial Belanda. Dalam usaha mengusir Belanda, Sultan Nuku berhasil membina angkatan perang dengan inti kekuatannya adalah armada terdiri 200 buah kapal perang dan 6000 orang pasukan. Perjuangan ditempuh oleh Sultan Nuku melalui kekuatan senjata maupun politik diplomasi. Siasat adu domba yang dilakukan Sultan Nuku terhadap Inggris dan Belanda membuat Sultan Nuku dapat membebaskan kota Soa Siu dari kekuasaan Belanda (20 Juni 1801). Selanjutnya Maluku Utara berhasil dipersatukan di bawah kekuasaan Sultan Nuku (Tidore).
Perlawanan yang dilakukan oleh Thomas Matulesi (lebih dikenal dengan sebutan Kapitan Pattimura) diawali dengan penyebaran terhadap benteng Belanda yang bernama benteng Duurstede di Saparua. Dengan kegigihan rakyat Maluku di bawah pimpinan Kapitan Pattimura, akhirnya benteng Duurstede jatuh ke tangan rakyat Maluku.
Pada tanggal 16 Desember 1817 Kapitan Pattimura dan kawan seperjuangannya menjalani hukuman mati di tiang gantungan. Mereka gugur sebagai pahlawan rakyat yang tertindas oleh penjajah. Dalam perlawanan ini dikenal pula seorang tokoh wanita Martha Christina Tiahahu.
b. Perang Padri
Pada mulanya gerakan Padri adalah suatu gerakan untuk memurnikan ajaran agama Islam di wilayah Sumatera Barat. Haji Miskin sebagai pelopor dari gerakan ini berusaha untuk meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat wilayah itu. Tokoh-tokoh lainnya yaitu Tuanku Mesiangan, Tuanku Nan Renceh, Datuk Bandaharo. Malin Basa (yang kemudian dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol). Namun gerakan padri itu mendapat tantangan dari tokoh-tokoh Kaum Adat. Tidak ketinggalan seorang Pejuang wanita yang bernama  Rahmah El Yunusiah ikut berjuang
c. Perang Diponegoro
Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Belanda menimbulkan rasa benci dari golongan-golongan rakyat banyak atau rakyat jelata. Walaupun keadaan sudah mulai panas namun golongan-golongan itu masih menunggu datangnya seorang Ratu Adil yang dapat memimpin mereka dalam menghadapi Belanda. Tokoh yang diharapkan itu adalah tokoh dari kalangan istana yang tampil ke depan untuk memimpin mereka, beliau adalah Pangeran Diponegoro.
Ada beberapa hal yang menyebabkan Pangeran Diponegoro turun  tangan dan memimpin perlawanan terhadap Belanda. Alasan tersebut terdiri dari alasan khusus dan alasan umum. Sebab-sebab khususnya antara lain sebagai berikut.
  • Kekuasaan raja Mataram semakin kecil dan kewibawaannya mulai merosot. Bersamaan dengan itu terjadi pemecahan wilayahnya menjadi 4 kerajaan kecil, yaitu Surakarta, Ngayogyakarta, Mangkunegara, dan Paku Alaman.
  • Kaum bangsawan merasa dikurangi penghasilannya, karena daerah-daerah yang dulu dibagi-bagikan kepada para bangsawan, kini diambil oleh pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda mengeluarkan maklumat yang isinya mengusahakan perekonomian sendiri, tanah milik kaum partikelir (swasta) harus dikembalikan kepada pemerintah belanda. Sudah tentu tindakan ini menimbulkan kegelisahan di antara para bangsawan, karena harus mengembalikan uang persekot yang telah mereka terima.
  • Rakyat yang mempunyai beban seperti kerja rodi, pajak tanah dan sebagainya merasa tertindas. Begitu pula karena pemungutan beberapa pajak yang diborong oleh orang-orang Tianghoa dengan sifat memeras dan memperberat beban rakyat.
Sebab-sebab khusus terjadinya Perang Diponegoro adalah pembuatan jalan yang melalui makam leluhur Pangeran Diponegoro di Tegal Rejo. Patih Danurejo IV (seorang "kaki tangan" Belanda) memerintahkan untuk memasang patok-patok di jalur itu. Pangeran Diponegoro memrintahkan untuk mencabutnya, namun patok-patok itu dipasang kembali, keadaan ini berlangsung berkali-kali. Akhirnya Pangeran Diponegoro mengganti patok-patok itu dengan tombak, yang menandakan kesiapan Pangeran Diponegoro untuk berperang melawan Belanda. Ketika pembicaraan antara Pangeran Diponegoro dengan Pangeran Mangkubumi berlangsung, Belanda tiba-tiba melakukan serangan.
Serangan itu merupakan awal mulanya Perang Diponegeoro. Pangeran Diponegoro bersama dengan Pangeran Mangkubumi berhasil meloloskan diri keluar kota dan memusatkan pasukannya di Selarong. Kemudian Pangeran Diponegoro menggempur kota Ngayogyakarta, sehingga Sultan Hamengkubuwono V yang masih kanak-kanak dibawa ke benteng Belanda. Pasukan Belanda berhasil menghalau pasukan Diponegoro. Kegagalan pasukan Diponegoro ini mendorong beliau mengalihkan peperangan di sekitar kota Ngayogyakarta dan salah satu pertempuran yang dahsyat terjadi di Plered.
Selain dibantu oleh Pangeran Mangkubumi dan beberapa bangsawan lainnya, Diponegoro juga dibantu oleh Sentot Ali Basa Prawiradirdja dan Kiai Mojo dari Surakarta. Kiai Mojo berhasil mengobarkan Perang Jihad di daerah Ngayogyakarta, Surakarta, Bagelen dan sekitarnya. Pasukan-pasukan Diponegoro diberi nama seperti Arkiyo, Turkiyo, dan lain-lain.
Pada tahun 1826 terjadi pertempuran di Ngalengkong. Pasukan Diponegoro mengalami kemenangan gemilang yang mengharumkan nama Pangeran Diponegoro. Peristiwa Ngalengkong ini merupakan puncak kemenangan dari pertempuran-pertempuran yang dilakukan oleh Pangeran Diponegoro. Rakyat menobatkan Pangeran Diponegoro sebagai sultan dengan gelar Sultan Abdul Hamid Herutjokro Amirulmukminin Saidin Panatagama Kalifatullah Tanah Jawa. Penobatan ini berlangsung di daerah Dekso.
Dalam pertempuran di Gawok terjadi perselisihan antara Pangeran Diponegoro dengan Kiai Mojo mengenai masalah pemerintahan dengan masalah keagamaan. Dalam perselisihan itu Pangeran Diponegoro berpendapat bahwa masalah pemerintahan dan keagamaan harus dipegang oleh satu tangan, karena kedua unsur itu dianggap saling membantu. Sedangkan menurut Kiai Mojo kedua masalah itu harus dipegang secara terpisah. Tampaknya perselisihan itu, juga tentang siasat perang, karena menolak usul perang terbuka dari Kiai Mojo.
Tahun 1829 merupakan saat yang sangat kritis bagi Pangeran Diponegoro. Satu persatu pengikutnya mulai meninggalkan dan memisahkan diri. Setelah Kiai Mojo memisahkan diri dari kelompok Pangeran Diponegoro, juga Sentot Ali Basa Prawiradirdja yang menginginkan perang terbuka dan menolak siasat perang gerilya.
Kolonel Cleerens berhasil mengadakan perundingan pendahuluan sekitar bulan Pebruari 1830. Perundingan selanjutnya diadakan di Magelang pada Maret 1830. Perundingan itu berhasil dilaksanakan antara Pangeran Diponegoro dengan Jenderal De Kock. Dalam perundingan itu Pangeran Diponegoro mengajukan tuntutannya yaitu Pangeran Diponegoro menginginkan sebuah negara merdeka di bawah seorang sultan dan juga ingin menjadi amirulmukminin di seluruh tanah jawa serta sebagai kepala negara bagi masyarakat Islam.
Tuntutan itu tak dipenuhi oleh Belanda sehingga tawar menawar pun terjadi. Pangeran Diponegoro ditangkap dan ditawan di Batavia, kemudian di Menado. Selanjutnya Pangeran Diponegoro ditawan di Makassar (Benteng Rotterdam). Pangeran Diponegoro meninggal di Makassar pada tanggal 8 Januari 1855.
d. Perang Aceh
Sejak meninggalnya Sultan Iskandar Muda, keadaan Kerajaan Aceh semakin suram. Begitu pula kira-kira tahun 1630 keadaan semakin suram akibat adanya saingan-saingan dari imperialisme barat. Kerajaan Aceh yang mengalami masa jaya pada masa Sultan Iskandar Muda akhirnya terpecah belah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang berkuasa dan berdaulat. Sultan Aceh hanya berkuasa di daerah Kutaraja dan sekitarnya saja. Sultan hanyalah merupakan lambang Persatuan Aceh namun demikian Sultan berkuasa penuh atas hubungan dengan negara asing. Bangsa Belanda maupun Inggris mengakui kedudukan politik Aceh berdasarkan Treaty of London (1824).
Dengan perjanjian tersebut, putra-putra Aceh mengadakan perdagangan secara leluasa dengan bangsa manapun juga. Kebebasan Aceh yang besar ini tidak menguntungkan Belanda. Oleh karena itu Belanda menggeledah dan menangkap para pelaut Aceh. Sebagai balasannya, rakyat Aceh mengadakan sergapan-sergapan terhadap kapal-kapal Belanda.
            Dalam rangka memperkuat kedudukannya, Aceh mengadakan hubungan dengan Kesultanan Turki, namun demikian Turki pada saat itu memang sedang mengalami kemunduran. Kendati demikian, hubungan yang dijalin oleh Aceh dengan Turki tahun 1868 menggoncangkan pemerintahan Belanda. Terlebih lagi dengan terbukanya Terusan Suez tahun 1869, kedudukan Aceh makin bertambah penting, baik ditinjau dari strategi perang maupun dari dunia perdagangan yang dekat dengan Selat Malaka. Oleh karena itu, baik Inggris maupun Belanda takut kalau-kalau Aceh diduduki oleh salah satu bangsa barat lainnya.
Namun setelah terbukti bahwa Aceh mengadakan hubungan dan perundingan dengan Konsul Italia dan Amerika, maka Inggris dan Belanda mengadakan perjanjian tahun 1872 tang dikenal dengan Traktat Sumatera, di mana Inggris memberikan kelonggaran kepada Belanda untuk bertindak terhadap Aceh dan sebaliknya Inggris boleh secara leluasa berdagang di Siak.
Ketika Aceh mengadakan perang gerilya dengan Belanda, pihak Belanda mendapat perlawanan yang seimbang. Begitu pula ketatanegaraan Aceh yang sulit dan tidak dapat diketahui oleh Belanda, sangat membingungkan siasat perang Belanda.
Seorang panglima yang terkenal yaitu Teuku Umar, dengan siasat perang yang dimilikinya mengatakan bahwa Belanda tidak dapat dikalahkan tanpa perlengkapan senjata yang memadai. Oleh karena itu Teuku Umar menyerah pada Belanda pada tahun 1893 dengan tujuan hanya untuk mendapatkan perlengkapan persenjataan. Setelah mendapatkan persenjataan, pada tahun 1896 ia meninggalkan tentara Belanda dan bersatu dengan pejuang rakyat, sehingga serangan-serangan pejuang Aceh terhadap Belanda semakin berbahaya.
Di pihak lain muncul perlawanan-perlawanan yang bersifat keagamaan di bawah pimpinan seorang ulama (Teungku), yaitu Teungku Cik di Tiro. Belanda yang sudah kewalahan menghadapi serangan-serangan Aceh akhirnya mengirim Dr. Snouck Hurgronje untuk menyelidiki tatanegara Aceh. Dari penyelidikannya itu yang ditulis dengan judul De Atjehers (dalam bahasa Inggrisnya The Acehnese) dapat diketahui letak kelemahan dan kunci rahasia Aceh, baik yang berhubungan dengan tatanegara, kepercayaan, adat maupu siasat perang dan sebagainya.
Berdasarkan pengalaman Dr. Snouck Hurgronje, pada tahun 1899, Belanda mengirim Jenderal Van Heutsz untuk mengadakan serangan umum di Aceh Besar, Pidie dan Samalangan. Serangan umum di Aceh itu dikenal dengan Serangan Sapurata dari pasukan Marchausse dengan anggota pasukannya terdiri dari orang-orang Indonesia yang sudah dilatih oleh Belanda. Pasukan inilah yang benar-benar telah mematahkan semangat juang para pejuang Aceh. Dalam serangan itu banyak putra-putra Aceh yang gugur.
Dalam waktu singkat Belanda merasa berhasil menguasai Aceh. Kemudian Belanda membuat Perjanjian Pendek, di mana kerajaan-kerajaan kecil terikat oleh perjanjian ini. Kerajaan-kerajaan kecil ini tunduk pada Belanda dan seluruh kedudukan politik diatur oleh Belanda, sehingga masing-masing kerajaan diharuskan untuk:
1)  Mengakui daerahnya sebagai bagian dari kekuasaan Belanda.
2)  Berjanji tidak akan berhubungan dengan suatu pemerintahan asing.
3)  Berjanji akan menaati perintah-perintah yang diberikan oleh pemerintah Belanda.
e. Perang Bali
Sebelum abad ke-19, Pulau Bali dikuasai oleh beberapa kerajaan kecil yang seluruhnya berada di bawah kekuasaan Kerajaan Klungkung. Kerajaan Klungkung merupakan penguasa tertinggi dari kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Bali.
Menurut perjanjian antara Kerajaan Klungkung dengan Belanda tahun 1841, Kerajaan Klungkung yang ada pada saat itu berada di bawah kekuasaan Raja Dewa Agung Putra, dinyatakan sebagai Kupernement dari Hindia Belanda (suatu negeri yang bebas dari pengaruh kekuasaan Belanda). Namun ada hak-hak Kerajaan Bali yang paling mudah dilanggar, yaitu Hak Tawan Karang. Hak tersebut menyatakan bahwa kerajaan berhak merampas dan menyita barang-barang serta kapal-kapal yang terdampar di Pulau Bali. Kerajaan Buleleleng adalah kerajaan yang pertama diserang Belanda, karena menganggap bahwa kerajaan ini sebagai kerajaan terkuat.
Pada waktu, kerajaan Buleleng berada di bawah kekuasaan Raja Gusti Ngurah Made Karangasem dan Patihnya I Gusti Ketut Jelantik. Kedua-duanya sama-sama anti penjajah Belanda.
Pada tahun 1844, Kerajaan Buleleng berhasil menawankarangi sebuah kapal dagang di Prancak (daerah Jembara) yang saat itu berada di bawah kekuasaan Raja Buleleng. Peristiwa inilah yang dijadikan dalih oleh Belanda untuk menyerang Pulau Bali pada tahun 1848. Dengan datangnya Belanda ke Pulau bali maka pertempuran tidak dapat dihindari. Pertempuran yang paling hebat terjadi di sebelah timur kota Singaraja yaitu di daerah Jagaraga.
Dalam pertempuran pertama Belanda mengalami kegagalan, namun pada pertempuran kedua yang terjadi pada tahun 1849, Belanda berhasil merebut benteng pertahanan terakhir di Kerajaan Buleleng di Jagaraga. Pasukan Belanda saat itu dipimpin oleh Jenderal Mayor A.V Michiels dan Van Swieten sebagai wakilnya berhasil merebut benteng pertahanan terakhir kerajaan Buleleng. Raja bersama patihnya dapat meloloskan diri ke Karangasem. Pertempuran ini lebih dikenal dengan Puput Jagaraga.
Setelah Buleleng dapat ditaklukan, Belanda terus ingin menguasai dan menaklukan kerajaan-kerajaan yang ada di Pulau Bali. Akibatnya suasana kehidupan masyarakat terus diikuti dengan "Perang Puputan", seperti Perang Puputan Kusamba (1908), Perang Puputan Badung (1906), Perang Puputan Klungkung (1908).
Perang Puputan Badung yang terjadi pada tahun 1906 diawali dengan terdamparnya sebuah kapal di Pantai Sanur. Seperti yang terjadi di Kerajaan Buleleng, kapal itu pun ditawankarangi oleh Kerajaan Badung. Belanda menuntut ganti rugi kepada Raja Badung (Ida Cokorde Ngurah Gede Pamecutan). Penolakan Raja mengakibatkan Belanda melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Badung. Pertempuran mati-matian terjadi dengan suatu cara yang unik. Laki-laki, wanita dan anak-anak berpakaian serba putih (puputan) dengan membawa tombak atau keris menyerbu tentara Belanda yang bersenjata lengkap dan modern. Mereka menyerbu dengan tidak mengenal rasa takut dan akhirnya semua gugur. Pertempuran ini dikenal dengan Puputan Badung.
f. Perang Bone
Sejak perjanjian Bongaya tahun 1667, Belanda mulai mempunyai wilayah kekuasaan di Sulawesi Selatan terutama di sekitar daerah Makassar. Karena merasa khawatir daerah Indonesia akan jatuh ke tangan bangsa Eropa lainnya, maka Belanda berupaya untuk menyatukan kekuasaan di daerah Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1824, Gubernur Jenderal Van der Capellen berangkat ke Makassar untuk memperbarui Perjanjian Bongaya yang telah ditetapkan tahun 1667. Menurut Belanda Perjanjian Bongaya tidak sesuai dengan sistem pemerintahan imperialismenya. Akan tetapi, Kerajaan Bone menentang pembaruan Perjanjian Bongaya itu. Akibatnya, terjadilah perang antara Kerajaan Bone dengan Belanda. Walaupun ibu kota Bone berhasil direbut Belanda, tetapi bukan berarti Kerajaan Bone sudah jatuh. Kerajaan Bone yang diperintah oleh seorang Raja Putri memberikan perlawanan yang sengit dan menimbulkan korban di pihak Belanda.
Pada tahun 1859, perang meletus lagi sehingga sampai pada tahun 1860 Bone dapat dikalahkan. Jatuhnya Kerajaan Bone yang merupakan kerajaan terkuat di Sulawesi Selatan mengakibatkan Belanda semakin mudah untuk menguasai kerajaan-kerajaan lainnya di daerah itu. Perlawanan terakhir dari Kerajaan Bone yaitu pada tahun 1908 dan sejak saat itu Bone secara resmi berada di bawah kekuasaan pemerintah penjajah Belanada.
g. Perlawanan Rakyat Batak
Kerajaan Batak terletak di wilayah Tapanuli. Raja terakhir bernama Raja Sisingamangaraja XII (1875-1907). Pusat kedudukan dan pemerintahan Kerajaan Batak terletak di Bakkara (sebelah barat daya Danau Toba).
  • Raja Sisingamangaraja XII tidak sudi daerah kekuasaannya makin diperkecil oleh Belanda. Ia tidak dapat menerima kota Natal, kemudian Mandailing, Angkola, Sipirok di Tapanuli Selatan dikuasai Belanda.
  • Belanda ingin mewujudkan Pax Netherlandica.
Untuk mewujudkan tujuan Pax Netherlandica, Belanda berusaha menguasai daerah Tapanuli Utara sebagai lanjutan pendudukannya atas Tapanuli Selatan dan Sumatera Timur. Belanda menempatkan pasukan pendudukannya di Tarutung dengan dalih melindungi para penyebar Kristen yang tergabung dalam Rhijnsnhezending. Tokoh penyebarnya bernama Nommensen (orang Jerman).
Daerah gerak Raja Sisingamangaraja XII makin sempit. Pasukan Belanda yang dikerahkan adalah Pasukan Marsose dan pasukan ini merupakan pasukan yang diandalkan oleh Belanda dalam berbagai peperangan.
h. Perang Kolonial dan Pembuatan Negeri Jajahan
Dengan pelaksanaan kebeasan berusaha atau swastanisasi dan akibat dari pembukaan Terusab Suez (1869) maka hubungan pelayaran Eropa dengan Asia dapat diperpendek. Kapal-kapal bangsa Eropa lainnya berdatangan di perairan Selat Malaka dan Nusantara. Kesemuanya ini mendorong pihak Belanda untuk segera menyelesaikan perang kolonial, dan pembuatan daerah jajahannya di Indonesia.
LATAR BELAKANG MUNCULNYA NASIONALISME INDONESIA
Pergerakan Nasionalisme Indonesia muncul bersamaan dengan kebangkitan nasionallisme Asia yang dianggap sebagai reaksi terhadap imperialisme (penjajahan) Barat. Reaksi tersebut terbagi dalam dua reaksi yaitu sebagai berikut.
  1. Reaksi Nasionalisme – Zelotisme adalah reaksi atau sikap rakyat yang terjajah selama berpuluh-puluh tahun oleh Bangsa Barat. Bangsa-bangsa terjajah tersebut "bersikap menutup pintu daerah rapat-rapat" terhadap pengaruh bangsa barat (politik isolasi).
  2. Reaksi Nasionalisme – Herodianisme. Kaum nasionalis-herodian mempunyai cara-cara tersendiri dalam menghadapi penjajah. Reaksi herodian dapat juga dinamakan perlawanan aktif yaitu menentang pengaruh-pengaruh penjajah dengan menggunakan alat-alat dan senjata dari penjajah sendiri.
SEBAB  KEBANGKITAN NASIONALISME
Penindasan dan  Belenggu yang dilakukan oleh  Pemerintah Belanda
Alasan utama mengapa bangsa Indonesia memberikan reaksi perlawanan dan menggalang semangat nasionalis adalah penindasan, ketidakadilan, dan pemerkosaan terhadap hak asasi rakyat secara keji serta sikap diskriminatif yang menjijikan dari pemerintah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Perlakuan pemerintah kolonial Belanda yang melukai hati dan harga diri rakyat Indonesia menimbulkan dendam yang tak pernah pudar. Contoh konkrit dalah kerakusan dan kekejian Belanda terlihat selama pelaksanaan sistem tanam paksa yang mulai diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1830.
Dampak Pendidikan Luar Negeri
Selain tindakan yang keji dan kotor dari pemerintah kolonial, ternyata pendidikan yang dialami oleh putra-putra Indonesia di luar negeri membangkitkan semangat baru untuk mengusir penjajah. Dalam hal ini para pelajar di luar negeri atau yang telah berhasil kembali dari luar negeri mengobarkan semangat rasa tidak puas rakyat terhadap pemerintah kolonial. Secara serentak kaum terpelajar tersebut menerima tanggung jawab menjadi pemimpin organisator semangat nasionalisme rakyat Indonesia.
Islam  Sebagai Pemersatu
Mayoritas rakyat Indonesia adalah kaum Muslim. Dengan jumlah yang demikian besar, ternyata Islam merupakan satu unsur penting untuk menumbuhkan semangat nasionalisme Indonesia. Karena bagaimanapun para pemimpin nasional akan sangat mudah untuk memobilisasikan kekuatan Islam sebagai alasan dalam menghimpun kekuatan.
Bahasa  Melayu
Di samping mayoritas bangsa Indonesia beragama Islam, Indonesia pun memiliki bahasa pergaulan umum (lingua franca) yakni bahasa Melayu. Dalam sejarah perkembangannya bahasa Melayu berubah menjadi bahasa persatuan nasional Indonesia, setelah dikeramatkan dalam trilogi Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Dengan posisi sebagai bahasa pergaulan, bahasa Melayu menjadi sarana penting untuk mensosialisasikan gagasan dan semangat kebangsaan dan nasionalisme ke seluruh pelosok Indonesia.
Dominasi Ekonomi Kaum
Kekesalan pedagang pribumi ditujukan langsung terhadap kaum pedagang keturunan nonpribumi, khususnya kaum pedagang Cina. Kristalisasi kekesalan kaum pedagang pribumi mencapai titik kulminasi ketika keturunan Cina mendirikan perguruannya sendiri yakni Tionghoa Hwee Kwan pada tahun 1901. Peristiwa itu mendorong persatuan yang kokoh di antara sesama pedagang pribumi untuk menghadapi secara bersama pengaruh dari pedagang yang bukan pribumi, khususnya kaum pedagang keturunan Cina.
Perkembangan komunikasi dan media
semakin lancar sehingga rakyat semakin cepat mengetahui keadaan politik sesungguhnya yang terjadi di Belanda pada satu pihak dan dipihak lain, rakyat dalam waktu singkat dapat mengetahui sikap-sikap yang kurang adil dan kejam dari pejabat dan pegawai Belanda.
Politik Etis
Condrad Theodore Van Deventer adalah orang  Belanda  yang bekerja di Indonesia. Pada  tahun  1899  menulis  karangan berjudul Gen Ereschul (hutang budi). Akibat  dari diberlakukannya  Undang-Undang Agraria  tahun 1870,  rakyat Indonesia makin miskin dan  menderita sedangkan Belanda memperoleh keuntungan kas yang kosong akibat perang.  Oleh sebab itu,  Condrad Theodore  Van Deventer  mendesak untuk dilaksanakan politik etika di Indonesia,  yaitu politik yang harus dilaksanakan untuk mendidik dan memakmurkan bangsa Indonesia.
Secara tidak langsung politik etis berhasil mengkristalkan rasa dendam bangsa Indonesia terhadap Belanda sejalan dengan kemajuan media, komunikasi dan transportasi. Hal yang patut dicatat dalam politik etis adalah pembentukan Volksraad atau Dewan Rakyat. Melalui Volksraad kaum intelektual pribumi yang mewakili rakyat Indonesia dipersatukan dari berbagai daerah. Dengan demikian terbukalah kerja sama dan persatuan di antara mereka untuk memikirkan cita-cita nasional bersama yakni memperjuangkan kemerdekaan rakyat Indonesia.
Kemenangan Jepang atas Rusia
Di dalam perang Jepang-Rusia pada tahun 1904-1905 secara khusus telah memberikan dampak tersendiri terhadap arus pergerakan nasional di Indonesia.
POLITIK  ETIS
Condrad Theodore Van Deventer adalah orang  Belanda  yang bekerja di Indonesia. Pada  tahun  1899  menulis  karangan berjudul Gen Ereschul (hutang budi). Akibat  dari diberlakukannya  Undang-Undang Agraria  tahun 1870,  rakyat Indonesia makin miskin dan  menderita sedangkan Belanda memperoleh keuntungan kas yang kosong akibat perang.  Oleh sebab itu,  Condrad Theodore  Van Deventer  mendesak untuk dilaksanakan politik etika di Indonesia,  yaitu politik yang harus dilaksanakan untuk mendidik dan memakmurkan bangsa Indonesia.
Secara tidak langsung politik etis berhasil mengkristalkan rasa dendam bangsa Indonesia terhadap Belanda sejalan dengan kemajuan media, komunikasi dan transportasi. Hal yang patut dicatat dalam politik etis adalah pembentukan Volksraad atau Dewan Rakyat. Melalui Volksraad kaum intelektual pribumi yang mewakili rakyat Indonesia dipersatukan dari berbagai daerah. Dengan demikian terbukalah kerja sama dan persatuan di antara mereka untuk memikirkan cita-cita nasional bersama yakni memperjuangkan kemerdekaan rakyat Indonesia.
PERKEMBANGAN  NASIONALISME INDONESIA
Pada tahap nasionalisme sosial budaya, kita melihat bahwa motivasi perjuangan organisasi yang berkembang pada masa tersebut adalah putusan-putusan yang berkaitan dengan unsur sosial dan budaya.
Pada tahap nasionalisme politik hal itu menggambarkan bahwa cita-cita dan orientasi partai pada waktu itu lebih memperhatikan unsur politis dalam setiap pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan organisasinya. Pada tahap nasionalisme militan mengetengahkan pada kita bahwa segala keputusan partai dan perjuangan organisasi waktu itu dilandasi oleh semangat militansi yang tinggi.
Pada tahap nasionalisme radikal menyadarkan segala kegiatan dan aktivitas partai dan organisasi yang berkembang pada waktu itu adalah sikap politis radikal yang lebih dikenal dengan sikap nonkooperasi. Selanjutnya pada tahap nasionalisme moderat, sikap dan tindakan partai dan organisasi pada masa tersebut lebih moderat dan penuh pertimbangan. Tahap ini menunjukan suatu kematangan dalam berorganisasi dan sudah semakin terbiasa dalam organisasi politik pada waktu itu.
Terakhir adalah nasionalisme pada masa pendudukan Jepang. Ternyata nasionalisme Indonesia yang mekar mulai dari berdirinya Budi Utomo hingga Jepang masuk ke wilayah Indonesia telah membawa dampak sosial, politik, budaya dan ekonomi yang cukup berarti. *** (dari berbagai sumber)

0 comments:


Free Blogger Templates by Isnaini Dot Com. Powered by Blogger